Minggu, 04 September 2011

KAYU BITTI ADALAH KAYU YANG SUDAH MELEGENDA DI TANAH BUGIS

Selamat datang buat para pengunjung blog ini,sejenak saya arahkan perhatian anda untuk mengenal lebih jauh tentang kayu Gafosa (Bitti).Sehubungan dengan itu mengingat perkembangan mebel saat ini semakin digandrungi masyarakat,namun karena keterbatasan bahan baku yang semakin berkurang terutama kayu Jati.Maka saya mencoba memproduksi mebel dengan bahan baku utama adalah kayu Bitti,jenis kayu ini sudah melegenda di tanah Bugis dan selain seratnya yang agak rapat juga ketahananya sudah tidak diragukan lagi,apalagi jenis kayu bebas rayap mulai dari kulit,batang dan rantig,mungkin karna itu nagara Jepang adalah pengimpor jenis kayu Bitti (vitex copassus).
 Berikut sejarah Penggunaan dan Penyebaranya di Indonesia  

KAYU BITTI
Nama suku atau famili                         VERBENACEAE
Nama botanis                                     Vitex copassus Reinw.
Nama dalam Perdagangan                     Gafosa (Bitti)
Nama setempat (daerah)                      Sulawesi : Bitti
                                                         Maluku : Leban
Kelas Kuat                                          II – III
BJ.Kering Udara (Kg/Cm2)                  Min              0,57
                                                          Max             0,93
                                                          Rata-Rata    0,74
Kelas Awet                                         II - III


Penyebaran dan habitat
Distribusi: Sulawesi, Maluku, Papua Nugini, Kepulauan Bismarck, dan Pulau Solomon.Di sulawesi selatan tersebar di Kab.Bone,Enrekan,Luwu,Jeneponto,Bantaeng,Mamuju,Sidrap,Bulukumba Dan Selayar. V. cofassus umumnya tumbuh sebagai pohon-pohon kodominan di hutan dataran rendah. Jenis ini masih dapat dijumpai sampai ketinggian 2000 m dpl.Pohon ini memerlukan cahaya penuh, dan merupakan jenis menggugurkan daun, yang terjadi pada musim kemarau.
Tumbuh baik pada tanah berkapur dengan tekstur mulai lempung hingga pasir. Dijumpai di daerah dengan musim basah dan kering yang nyata. Ditanam secara meluas di Bulukumba (Sulawesi Selatan) untuk hutan rakyat.
Pemanfaatan
Kayunya digunakan sebagai konstruksi rumah, kapal dan perkakas rumah tangga seperti mangkok dan piring.
Tujuan EXPOR
Ekspor kayu dalam jumlah cukup besar berasal dari Sulawesi, Papua Nugini dan Pulau Solomon, terutama ke Jepang.
Deskripsi botani
Pohon berukuran sedang sampai besar, dapat mencapai tinggi 40 meter, biasanya tanpa banir. Diameter batang dapat mencapai 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Daun bersilangan dengan atau tanpa bulu halus pada sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedang helai mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkota putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga mahkota, bakal buah di atas dasar bunga (superior). Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengandung silika.
Deskripsi buah dan benih
Buah : Buah berdaging, bulat hingga lonjong, diameter 5-12 mm, saat masak ungu tua. Terdapat 1-4 biji dalam setiap buahnya.
Benih: bentuk bulat telur, coklat pucat atau hitam dengan tekstur kasar. Terdapat 10.500 benih/kg. Benih berkecambah epigeal, kotiledon hijau mirip daun.
Pembungaan dan pembuahan
Pembungaan dan pembuahan V. cofassus berbeda menurut penyebaran geografisnya. Di Sulawesi Selatan, pembungaan umumnya terjadi pada musim hujan dan buah akan masak Agustus – Nopember.
Umumnya berbunga setiap tahun, mulai berbunga dan berbuah umur 5 tahun. Perantara penyerbuknya
adalah serangga, kemungkinan lebah.
Panen Buah
Buah masak diunduh dengan cara memanjat pohon dewasa. Apabila masih muda, pemangkas cabang atau galah berkait dapat digunakan untuk mengunduh buah. Buah juga dipungut di lantai hutan, sepanjang serangan jamur atau serangga dapat dihindari.

SUMBER
Pdf Lampiran I
Daftar kayu di Indonesia Yang Terpenting
Atlas benih Tanaman hutan Indonesia,balai teknologi pembenihan,Departemen Kehutanan RI